CHAPTER 2
I'm sure that I HATE YOU
I'm sure that I HATE YOU
[Flashback 2 tahun lalu]
Gadis itu terdiam menatap sekelilingnya. Keramaian ini benar-benar membuatnya pusing. Dia tidak habis pikir jika datang terlambat akan membuatnya menghadapi situasi seperti ini. Pasti akan berbeda jika dia datang lebih pagi. Dan sekarang, dia tidak tau bagaimana cara menerobos kerumunan orang-orang itu untuk mendekat ke arah sebuah papan nama besar yang berjarak 3 meter darinya. Sunmi pun mengepalkan buku-buku jarinya dan bertekad untuk menerobos. Sunmi mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk menerobos masuk saat dilihatnya sebuah celah kecil di antara orang-orang yang saling berdesak-desakan itu. Dan tepat pada saat itu, seorang pria keluar dari kerumunan. Pria itu terlihat sangat tampan dengan rambut sedikit acak-acakan dan jaket yang hampir lepas dari tubuhnya. Pria itu menyampirkan kembali tasnya dan membenarkan jaketnya. “Pyuh! Akhirnya bisa keluar,”ucap pria itu seraya merapikan rambutnya dan melewati Sunmi.
“Ugh…”rintih Sunmi saat seseorang menabraknya dari belakang dan membuatnya tersungkur. Sunmi benar-benar merutuki nasib buruknya pagi ini. Dia pun membersihkan telapak tangannya dan terlihat sedikit goresan disana. Kemudian dia mengambil tasnya yang untungnya tidak terlempar terlalu jauh dan bersiap-siap untuk bangun. Sunmi pun bangun dan merutuk, seraya merapikan roknya. “Berapa nomer pesertamu?,”Sunmi langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapati pria tampan yang tadi dilihatnya kini berdiri disisinya dengan pandangan mengarah ke arah papan. Pria itu kemudian menunduk, menatap ke arah Sunmi yang memang lebih pendek darinya karena gadis itu tak kunjung menjawab. “11260390,”jawab Sunmi. Pria itu langsung menerobos kerumunan tanpa mengucap sepatah katapun.
Sunmi mencoba mengikuti kemana arah pria itu pergi, tetapi pria itu langsung tenggelam di tengah kerumunan dan Sunmi kehilangan jejaknya. “Oy, Sunmi-a!,”sebuah tepukan cukup keras mendarat di bahu kanannya dan dia langsung menoleh. Dilihatnya seorang gadis yang wajahnya cukup familiar di matanya. “Oh… Hyuna-ssi,”ucap Sunmi cukup kaget karena bertemu dengan teman SMP nya. Mereka memang bukanlah sahabat dekat, tapi mereka cukup mengenal satu sama lain. “Kita satu SMA lagi, Sunmi-a,”ucap Hyuna seraya tersenyum. “Benarkah?,”tanya Sunmi kaget. “Eh? Kau belum melihat kesana?,”tanya Hyuna seraya mengarahkan dagunya ke arah papan pengumuman dan Sunmi menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. “Aku tadi tidak sengaja melihat nomer pesertamu. Ahh.. Ayo kita pergi! Kita harus merayakan ini,”ucap Hyuna seraya merangkul bahu Sunmi dan mengajaknya pergi menjauh dari tempat itu. Sunmi menolehkan kepalanya seraya berjalan ke belakang, berharap melihat pria itu lagi.
“Jonghoon-a, surat untukmu!,”ucap seorang pria seraya melemparkan selembar kertas yang dibuat pesawat ke arah Jonghoon. Jonghoon menangkapnya dan membongkar kertas itu. Jonghoon langsung meletakkan kertas itu di meja beberapa detik setelah membukanya. “Surat cinta lagi?,”tanya salah seorang temannya, Hongki. Dan Jonghoon hanya menggedikkan bahunya seraya kembali menatap keluar jendela. Menatap ke sebuah objek yang ntah mengapa sangat menarik di matanya.
“Kau menyukai Sunmi?,”tanya Hongki yang ternyata ikut melihat di samping Jonghoon. Jonghoon menolehkan kepalanya sekilas,”Ntahlah… Aku hanya penasaran saja kenapa dia sepertinya begitu membenciku,”jawab Jonghoon seraya berdiri. “Kau mau kemana?,”tanya Hongki. “Bukan urusanmu,”jawab Jonghoon seraya memeletkan lidahnya dan Hongki langsung melemparnya dengan penghapus karet yang ternyata mengenai bagian belakang kepala Jonghoon. Jonghoon mengusap kepalanya dan terus berjalan tanpa menghiraukan Hongki yang kini tertawa di belakangnya.
“Hai.. Jonghoon!,”sapaan beberapa gadis atau bisa dikatakan semua gadis saat berpapasan dengannya. Jonghoon tidak menghiraukannya dan tetap berjalan menuruni tangga. Dilihatnya Sunmi sedang menaiki tangga dengan membawa bertumpuk-tumpuk buku. Jonghoon menghentikan langkahnya dan menunggu Sunmi mendekat. Dia sendiri bingung kenapa menunggu gadis itu. Sampai akhirnya, Sunmi tinggal melangkah satu anak tangga untuk bisa sejajar dengannya. Gadis itu meliriknya sekilas, dengan tatapan dingin yang memang selalu diberikannya dan berlalu begitu saja. Jonghoon hendak membuka mulutnya, tetapi pria itu akhirnya menutup kembali mulutnya dan berjalan menuruni tangga. “Apakah kau butuh bantuan?,”gumam Jonghoon. Dia mengacak-acak rambutnya kesal karena kebodohannya yang tidak bisa mengatakan kalimat itu pada Sunmi. Ntah kenapa lidahnya menjadi kelu jika bersitatap dengan tatapan dingin Sunmi.
Brug brug brug brug… Jonghoon langsung menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke atas. Dilihatnya beberapa buku beterbangan di sekelilingnya. Dan tak lama setelah itu, dilihatnya Sunmi menuruni tangga untuk memungut buku-buku yang berjatuhan seraya menggerutu. Jonghoon menyadari bahwa tidak ada orang lain disana selain dirinya yang bisa membantu Sunmi. Tapi dia bimbang apakah menawarkan bantuan pada Sunmi adalah pilihan yang tepat. Masa bodoh dengan itu. Jonghoon pun akhirnya kembali menaiki tangga dan membantu Sunmi memunguti buku-bukunya. “Teri…”ucapan Sunmi langsung terputus saat dia mendongakkan kepalanya dan melihat wajah Jonghoon. Gadis itu langsung mengambil buku-buku yang ada di tangan Jonghoon dan kembali menaiki tangga. Jonghoon hanya bisa menatap Sunmi. Melihat gadis itu menumpuk buku-buku tadi di samping setumpuk buku yang sebelumnya dia letakkan di lantai.
“Terima kasih, Tuhan. Untung ada kau. Hey, Wonbin! Bantu aku!,”ucap Sunmi saat dilihatnya Wonbin menuruni anak tangga. Wonbin mendekat dan menunduk untuk mengambil buku itu, tapi sebelum itu, matanya menangkap sesuatu dan dia menoleh, dilihatnya Jonghoon tengah memerhatikan mereka. “Oy! Jonghoon!,”sapa Wonbin. “Ya! Cepat bawakan bukunya!,”teriak Sunmi yang ternyata sudah lebih dulu menaiki anak tangga. Wonbin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ntah kenapa dia merasakan atmosfer aneh berada diantara kedua orang itu. Wonbin pun kemudian mengangkat tumpukan buku di lantai. “Aku duluan,”ucapnya pada Jonghoon sebelum ia pergi. Jonghoon hanya menghela napas. “Sebenarnya apa salahku?,”gumam Jonghoon seraya menggaruk kepalanya dan berpikir. Moodnya untuk membolos langsung menguap begitu saja. Dia pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas dan mendengarkan pidato dari Mr. Kim yang pasti akan sangat membosankan. Pelajaran Sejarah Korea benar-benar membuatnya mengantuk. “Kurasa lain kali aku harus membawa bantal,”ucapnya seraya menaiki tangga.
“Bisa bicara?,”tanya Jonghoon sore itu saat kelas telah usai. Sunmi yang tengah merapikan barang-barangnya,langsung menoleh ke kanan dan ke kiri. Kelas sudah kosong. Dan Sunmi yakin Jonghoon bertanya padanya. Dengan kesal Sunmi membalikkan badannya dan menatap Jonghoon yang kini berjalan mendekatinya. Sunmi menahan napasnya. ‘Oh Tuhan! Jangan biarkan dia lebih dekat lagi!’ Jonghoon berhenti dan menyandarkan tubuhnya di meja di sisi meja Sunmi. Sunmi langsung menghela napas lega karena untungnya Jonghoon tidak berhadapan langsung dengannya. “Bisakah kau berhenti sebentar?,”ucap Jonghoon seraya memegang tangan Sunmi. Menghentikan tangan gadis itu yang tadi sedang merapikan barang-barangnya. Sunmi langsung menepis tangan Jonghoon dan kembali memasukkan barang-barangnya ke dalam tas.
“Kau mau bicara apa? Aku sudah tidak punya banyak waktu,”tanya Sunmi tanpa menatap Jonghoon. Jonghoon berdiri tegak dan menarik tangan Sunmi hingga akhirnya gadis itu menghadapnya dan menubruk dadanya pelan. Sunmi terkesiap. Tidak pernah dia sangka bahwa dia akan berada sedekat ini dengan Jonghoon. Sunmi menelan ludahnya seraya memalingkan wajahnya. Jonghoon tetap menggenggam tangannya. “Apa kau membenciku?,”tanya Jonghoon. Sunmi terdiam. “Ya,”jawab Sunmi kemudian dan Jonghoon langsung melepaskan genggaman tangannya dan pergi meninggalkan Sunmi sendirian. Sunmi memegang dadanya, merasakan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak sangat cepat. “Ada apa denganku?,”tanya Sunmi pada dirinya sendiri dan segera meninggalkan kelas.
Sunmi keluar dari gedung sekolah dan berjalan melewati lapangan. Dilihatnya Jonghoon tengah mendrible bola seorang diri. Gadis itu berhenti sesaat, dan memperhatikan Jonghoon. “Apakah aku menyukainya?,”gumam Sunmi dan beberapa detik kemudian dia langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak, Sunmi-a! Playboy seperti dia tidak pantas kau sukai. Cinta pertamamu haruslah pria baik yang bisa membahagiakanmu,”ucap Sunmi lagi seraya berjalan menuju gerbang sekolahnya. Disana sudah ada seseorang yang menunggunya.
“Oppa, apakah kau menunggu lama?,”tanya Sunmi pada seorang pria yang langsung menyodorkannya helm. “Ya, aku sampai hampir mati kelaparan,”ucap pria itu bergurau. “Baiklah.. Aku akan mentraktirmu makan,”ucap Sunmi. “Tskk.. Aku tidak percaya. Karena pada akhirnya pasti aku yang harus membayarnya. Naiklah!,”ucapnya dan Sunmi segera naik ke atas motor pria itu. “Oppa, apakah appa baik-baik saja?,”tanya Sunmi. “Kau tenang saja.. tidak usah memikirkan hal lain. Fokus saja pada sekolahmu,”jawab pria itu dan Sunmi menyurukkan kepalanya di punggung pria itu. Punggung hangat yang sama yang dirasakannya selama 17 tahun hidupnya. “Aku menyayangimu,oppa,”ucap Sunmi. Pria itu hanya tersenyum mendengarnya dan kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan di depannya.
Sunmi berendam di bathtube dengan pikiran melayang ke kejadian sore tadi. Dia masih bisa merasakan genggaman tangan Jonghoon di pergelangan tangannya dan juga napas pria itu di kulit wajahnya. Berdekatan sedekat itu dengan Jonghoon merupakan sebuah kesalahan. Ntah kenapa semua hal yang coba ditepisnya sejak dulu, kini menjadi benar. Pertama, ‘dia tidak setampan itu’,tapi akibat dari kejadian tadi dan dengan kedekatan yang intim itu, dia harus mengakui bahwa Jonghoon itu tampan, bahkan sangat tampan. Wajah pria itu seolah dirancang dengan perancangan yang sangat sempurna. Hidungnya yang mancung sangat sesuai dengan rahanya yang maskulin. Tatapan matanya yang tajam dengan mata bercahaya, bagaikan perangkap yang siap menerkam kapan saja.
“Aishhh… Apa yang kau pikirkan, Sunmi-a?,”umpat Sunmi kesal lalu menenggelamkan wajahnya. Rasanya dia benar-benar harus menjernihkan otaknya. Dan satu hal terpenting, dia membenci Jonghoon!! Dia tidak akan terperangkap oleh pria itu. Cukuplah dia melihat kebodohan gadis-gadis di sekolahnya yang begitu mengagumi Jonghoon. Cukuplah dia hanya melihat semua kebodohan itu. Dia tidak akan pernah berada dalam posisi yang sama dengan gadis-gadis itu, tidak akan pernah! Ya, tidak akan pernah! Sunmi langsung mengambil napas dalam saat keluar dari bak. Rasanya dia benar-benar akan mati jika detik itu juga dia tidak keluar. “Sunmi-a, kau harus membenci Jonghoon!,”tekad Sunmi.
Aroma lezat makanan langsung menggelitik indra penciuman Sunmi saat dia keluar dari kamar mandi. Dia yakin, pasti Jaejoong sedang memasak di dapur. Dia benar-benar rindu dengan kakaknya yang satu itu. Kakaknya benar-benar sibuk bekerja demi menopang kehidupan mereka, semenjak ayah mereka di penjara. Yah, kenyataan memang menyedihkan. Ayahnya ternyata menipu rekan bisnisnya dan akhirnya resmi di penjara sejak setahun lalu. Dan untunglah Jaejoong pria yang cerdas dan pantang menyerah. Dia dengan segera mendapatkan pekerjaan sebagai akuntan di sebuah perusahaan jasa pariwisata. Tapi sayangnya, pekerjaannya mengharuskan dia untuk berpindah-pindah tempat dan pada akhirnya terpaksa meninggalkan Sunmi.
“Woaaaahhh~~~~,”ucap Sunmi terpana saat melihat hidangan di meja makan. Meja makan sudah hampir penuh dengan berbagai macam masakan. Menunya terlalu banyak dan ada beberapa makanan asing yang baru pertama kali dilihatnya. “Oppa, kurasa kau lebih pantas menjadi koki dari pada seorang akuntan,”ucap Sunmi seraya menciumi aroma lezat semua masakan itu. “Tssskkk… Aku tidak pernah berniat menjadi koki. Karena aku ingin masakan buatanku hanya dimakan oleh orang-orang yang aku cintai,”ucap Jaejoong seraya meletakkan menu terakhir, yaitu sup abalone di atas meja dan duduk di hadapan Sunmi.
“Ahh.. Omong-omong. Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan teman kerjamu? Mmm… Sunye onnie ya namanya?,”tanya Sunmi seraya menyodorkan nasi pada Jaejoong. “Hubungan apa maksudmu?,”Jaejoong balik bertanya seraya mencicipi masakannya. “Aiihh… Jangan pura-pura tidak tau oppa. Aku masuk ke kamarmu dan membaca notemu,”ucap Sunmi seraya menjulurkan lidahnya. “Aishhh… Anak nakal,”ucap Jaejoong pura-pura kesal. “Tidak ada kelanjutan apapun. Kau tau kan kalau aku ini kaku. Aku bahkan tidak sanggup menatap mata wanita lain selain kau,”ucap Jaejoong dan Sunmi mengangguk seraya memakan makan malamnya. “Dan kau harus mengubah itu,oppa. Kau ini sangat tampan. Sayang sekali jika kau tidak menggunakan ketampananmu itu untuk memikat hati para gadis,”ucap Sunmi dan langsung terdiam. Tiba-tiba wajah Jonghoon terlintas di pikirannya. “Tidak.. tidak.. Jangan gunakan wajah tampanmu untuk memikat hati para gadis. Kau harus setia dengan gadis yang kau cintai,”ucap Sunmi kemudian dan Jaejoong mengernyitkan keningnya menatap Sunmi. Dia meresa ada sesuatu yang dipikirkan Sunmi. Hanya saja, dia tidak mau menanyakannya dan berharap Sunmi akan bercerita padanya suatu saat nanti.
‘Aishhh… Bodoh sekali. Kenapa aku mengucapkan kalimat itu? Jaejoong oppa tidak boleh seperti Jonghoon. Cukup satu saja pria brengsek yang aku kenal di dunia ini. Playboy seperti Jonghoon seharusnya tidak pernah kukenal. Dan bodohnya, kenapa justru dia yang pertama kali kutemui di sekolah? Hampir saja waktu itu aku terpana padanya. Tapi untungnya, aku langsung tau belangnya pria itu. Tskkk.. benar-benar playboy kelas kucing!’
credit: Primadonnas' Island blog